Hai semua, Hai Tante Dee :)
Aku memang bukan pembaca maniak yang memiliki novel setumpuk. Awalnya aku hanya tertarik pada cover novel Perahu Kertas yang pasti kulihat setiap aku ke toko buku. Saat itu aku masih duduk di bangku SMP (aku lupa kelas berapa), dimana uang jajanku tidak cukup untuk membeli novel tebal seharga 60ribu itu. Orang tuaku saat itu belum memberi kebebasan anaknya untuk membaca novel. Jadilah aku hanya melirik, menatap, dan menyentuh buku itu tanpa membelinya. Meski aku belum tahu tentang apa novel itu, aku sudah yakin Perahu Kertas adalah novel yang sangat apik.
Waktu terus bergulir dan kebutuhanku semakin mengalir. Saat aku sudah SMA, tidak terpikir sedikitpun olehku untuk membeli Perahu Kertas lantaran aku jarang sekali mengunjungi toko buku. Hingga suatu hari aku menemukan novel tersebut terpajang dengan anggunnya menunggu tanganku membawa ia ke meja kasir. Aku tidak tahan. Maka kubelilah buku itu dan kurelakan uang jajanku yang tak seberapa banyak.
Kegembiraan bercampur kalut kurasakan dalam perjalanan pulang. Meski baru duduk di bangku SMA, aku sangat perhitungan sekali dalam masalah keuangan. Membeli buku mahal sama artinya dengan hemat berjajan.
Di rumah, kubuka lembar demi lembar. Kuhayati kata demi kata. Dan perasaanku terguncang. Perahu Kertas mampu membuatku terlihat seperti orang gila dalam satu waktu. Tertawa, lalu terdiam, lalu kembali tertawa, lalu murung, lalu emosi, lalu lalu lalu dan lalu. Kalau kalian sudah membaca buku itu, kalian pasti tahu perasaanku. Aku bahagia memiliki Perahu kertas! Aku bahagia merasakan betapa indahnya rangkaian kata yang di tulis Tante Dee. Sungguh, itu novel terbaik yang pernah kubaca dan kumiliki.
Selanjutnya aku membeli Madre, dan Supernova : Petir. Koleksiku memang sedikit sekali. Namun dengan tiga buku yang aku miliki, aku sudah merasakan kagum yang luar biasa. Hasratku menjadi penulis seakan memuncak karena buku-buku itu. Mereka telah membangkitkan mimpiku yang selama ini terbengkalai. Aku bangkit. Setapak demi setapak meski seringkali terpeleset dan jatuh, meski harus berhenti dalam waktu yang lama. Namun semangat dan kreativitas Tante Dee yang tersirat dalam karya-karya mampu mencerahkan impianku, menjadi penulis. Mengingatkanku setiap aku terlena dalam malas yang berkepanjangan. Menyentakku kala aku terlalu jauh berkhayal.
Meski begitu aku tidak ingin menjadi seperti Tante Dee. Aku yakin aku dapat menghasilkan karyaku yang mencerminkan diriku sendiri, bukan bayangan dari penulis-penulis lain. Aku yakin impianku tidak hanya sekedar mimpi. Dengan usaha dan doa, apapun pasti terjadi :)
Surabaya, 27 Januari 2012. 7:16 p.m. (Di kursi empuk peninggalan Almh. Nenek tesayang)